Ingin Menikmati Sayuran Segar Setiap Saat?, Yuk ber Urban Farming
Urban farming atau pertanian urban atau populer dengan istilah pertanian perkotaan selalu menarik menjadi bahasan masyarakat yang tinggal di perkotaan. Begitu luasnya dampak dari urban farming beberapa kota di indonesia bahkan didunia menjadikan urban farming sebagai bagian dari program pemerintah yang menjadi prioritas. Banyak cara untuk ber urban farming, salah satunya sistem pertanian hidroponik layak untuk dipelajari
Apa Artinya Urban Farming ?
Wikipedia mendefinisikan pertanian urban atau pertanian perkotaan adalah praktik budidaya, pemrosesan, dan distribusi bahan pangan di atau sekitar kota. Pertanian urban juga bisa melibatkan peternakan, budidaya perairan, wanatani, dan hortikultura. Dalam arti luas, pertanian urban mendeskripsikan seluruh sistem produksi pangan yang terjadi di perkotaan. Pada praktiknya pertanian Urban Farming saat ini di kota kota besar mengarah pada pembangunan pertanian yang mempunyai nilai estetik dan mempunyai nilai manfaat lebih luas untuk psikologi dan lingkungan.
Masyarakat perkotaan secara tidak sadar banyak yang sudah mempraktikkan urban farming. Menanam bunga di pot, memanfaatkan lahan pekarangan sekitar rumah untuk menanam sayuran, memelihara ikan, beternak unggas, semuanya dapat dikategorikan sebagai pertanian urban atau pertanian perkotaan.
Mengapa Urban Farming?
Pertanian perkotaan biasanya berkembang karena kepedulian masyarakat, timbul dari inisiatif sendiri, berawal dari hobi. Kegiatan seperti ini biasanya tidak terorganisir namun hasilnya lebih nyata. Kegiatan yang terorganisir biasanya dilakukan oleh komunitas, kelompok tani atau kelompok tani wanita sebagai lembaga bentukan pemerintah biasanya gencar melaksanakan pertanian urban. Ketika peristiwa pendemi covid 19 (2020-2023) pertanian urban menjadi primadona karena menjadi satu-satunya akses masyarakat untuk mendapatkan sayuran segar. Jadi keberadaan pertanian urban menjadi penting khususnya untuk ketahanan pangan masyarakat.
Urban farming tidak perlu menggunakan lahan yang luas, lahan kosong disekitara rumah dapat dimanfaatkan untuk urban farming, roof top rumah, atau teras balkon rumah banyak yang memanfaatkan sebagai lahan pertanian mini.
Model Pertanian Apa yang Paling Tepat untuk Urban Farming?
Banyak model budidaya tanaman, bisa langsung ditanah, ada yang menggunakan pot, dan ada pula yang menggunakan sistem hidroponik. Ketersediaan lahan dan tingkat pengetahuna masyarakat akan menentukan model bercocok tanam. Masyarakatlah yang akan memilih sendiri cara bercocok tanam.
Namun untuk memperkaya wawasan sebelum bercocok tanam ada baiknya memperlajari sistem pertaniah hidroponik. Sistem pertanian hidroponik adalah bercocok tanah dengan media tanam air, tanaman disuplai makanan melalui nutrisi yang dilarutkan ke dalam air, yang kemudian air tersebut akan melewati akar tanaman. Dengan demikian tanaman akan mendapat asupan nutrisi maksimal.
Tanaman yang disuplay nutrisi cukup akan tumbuh dengan cepat dan sehat, oleh karena itu tanaman yang ditanam dengan sistem hidroponik akan cepat panen dengan kualitas tanaman yang maksimal. Misalnya kangkung dipanen dalam usia 15 hari setelah tanam (HST), sawi-sawian dipanen pada usia 30 HST, dan bayam sudah layak dipanen pada usia 26 HST.
Sistem pertanian hidroponik sangat efisien, satu meter persegi dapat menampung sekitar 80 lubang tanam, jika disusun secara vertikal (verical garden) maka lebih efisien lagi dan lebih banyak lagi tanaman yang bisa ditanam.
Salah satu contoh adalah pertanian perkotaan yang dikelola oleh kelompok tani pagertani di kawasan tengah kota Depok, Jawa Barat. Dengan luas lahan 60 m persegi dibualah mini green house yang didalamnya dibangun instalasi hidroponik, pagertani dapat menghasilkan sekitar 225 Kg sayuran segar, dengan aneka jenis sayuran seperti pak coy, bayam, selada, dan kangkung.
Hasil panen sayuran tersebut sebagian didedikasikan kepada warga sekitar yang memang sangat membutuhkan, bekerjasama dengan pos yandu untuk dibagikan kepada balita yang terindikasi stanting, dan sebagian lagi dijual kepada masyarakat sekitar.
Hasil penjualan bisa digunakan untuk operasional kebun, seperti perawatan, membeli benih, membeli pupuk, dan lain-lain.
Waktu panen bisa diatur dan berapa volume panen juga bisa direncanakan setiap akan melakukan penanaman. Sayuran kangkung misalnya bisa panen dua kali setiap bulan.
Masyarakat merasa nyaman dengan program urban farming seperti ini, bisa mendapatkan sayuran segar, higienis, dengan harga yang terjangkau. Otoritas lingkungan dalam hal ini pengurus RW juga nyaman karena lahan fasos yang digunakan untuk kebun relatif lebih tertata dan bersih. Disamping itu keberadaan kebun juga menjadi sarana rekreasi lokal dan edukasi masyarakat yang ingin belajar hidroponik.
Masih di Kota Depok Jawa Barat, kebun ERSA yang luasnya 24 m2 digunakan untuk pertanian hidroponik. Kebun yang dikelola oleh KWT ini setiap panen bisa menghasilkan sayuran segar pak coy, kangkung, dan bayam sekitar 200 pack. Karena dikelola oleh KWT sebagain hasil panen juga disedekahkan kepada masyarakat dan sebagian lagi dijual yang hasilnya untuk operasional kebu.
Masyarakat perkotaan juga rata-rata ingin berkebun namun tidak mau kotor tangannya, maka sistem hidroponik menjadi salah satu pilihan. Selamat mencoba (Slamet Riyanto)