Begini Kalau Mahasiswa Punya Bisnis Hidroponik
Budidaya dengan sistem hidroponik tak pernah usang untuk dibahas, peluang sangat lebar untuk dijadikan unit bisnis, seperti yang dilakukan seorang mahasiswa di Yogyakarta ini.
"Ketika lulus SMA, saya tidak tahu akan sekolah kemana dan jurusan apa, tapi yang penting jurusan bisnis, maka saya mendaftar jurusan Agribisnis di Univeritas Pembangunan Nasional (UPN Yogyakarta), dan diterima", kata Yulius Satya Putra Wijaya dalam acara seri Webinar INTANI yang ke 151 Rabu 06 Maret 2024 dengan tema Mahasiswa Bisnis Hidroponik, Langganan Catering dan Restoran.
Satya pun tidak tahu kalau jurusan yang dipilihnya adalah bisnis pertanian, akunya. Tapi pilihan sudah diambil, perkuliahan sudah dimulai maka berikutnya bertanggungjawab terhadap pilihannya. Banyak literatur pertanian yang sudah masuk diotaknya, dan hatinya tersentak lalu memicu adrenalinnya ketika membaca pernyataan Presiden Republik Indonesia pertama yaitu Bung Karno bahwa, "Hidup Matinya Bangsa Tergantung pada Pertanian". Perlahan tapi pasti semua matakuliah ditekuni, dan seperti menemukan mutiara ketika mengambil skripsi magang ditempat kebun hidroponik yang sudah skala industri di Yogyakarta.
Hatinya terus bergolak, bersama beberapa temannya kemudian mencoba merealisasikan ilmu yang sudah diserap dan tentu saja dipicu pernyataan prokalamator kemerdekaan negara RI tercinta, membangun kebun hidroponik. Diawali dengan 1200 lubang tanam, agar investasi tidak perlu merogoh kocek lebih dalam maka instalasi hidroponik dibuat dari bahan bambu dan tanpa dinding inseknet. Uang yang terkumpul dari patungan timnya ada tiga juta rupiah, cukup untuk memulai bisnis ala mahasiswa. Agar usahanya dapat cepat berkembang dan mempunya merek dagang, kemudian mendeklarasikan bisnis usahanya dengan nama Metrotani Hidroponik.
Lantas Bagaimana Pemasarannya?
Generasi milenial tidak ada yang tidak mengenal sosial media. Dengan bermodal HP, dibuatlah akun semua sosial media seperti, IG, Facebook, Twitter, dan lainnya. Rajin update dan selalu info jika akan panen sayuran hidroponik, lengkap dengan harganya. Satu demi satu pelanggan datang dan tertarik untuk kontrak suplai. Hingga satu waktu tidak lagi bisa memenuhi permintaan pasar. Maka ekspansi lahan dan menambah sekitar 2000 lubang tanam.
Sebagai owner Metrotani Hidroponik Satya terus mencari tantangan untuk menyempurnakan usahanya dari segi budidaya maupun manajemen. Gayung bersambut, salah satu peserta webinar ada yang dari New York Amerika Serikat, Melly Suhadi bercerita tentang tantangan menjadi petani di Amerika, karena musimnya berbeda dengan Indonesia. Angan-angan Satya pun terlontar ketika menanggapi pernyataan itu, "Saya ingin sekali menjadi petani di Amerika" katanya, "karena di Amerika semuanya sudah dengan teknologi modern, semua serba mesin, ini cocok untuk pertanian hidroponik" ungkapnya sambil berharap agar cita-citanya kelak bisa terkabul.
Sementara itu ketua Intani, Guntur Subagja Mahardika memberi apresiasi kepada narasumber milenial yang mau terjun di dunia pertanian. "Kaum milenial rata-rata tidak tertarik pada bisnis sektor pertanian" kata guntur mengawali sambutannya. Bahkan dalam satu riset, satu saat Indonesia akan kehilangan generasi petani, tandasnya.
Saat ini para petani Indonesia didominasi oleh orang-orang tua, umur dibawah 25 tahun sangat jarang terjadi, kata Guntur sambil memberikan apresiasi peserta dari sebuah SMK. Ini juga luar biasa, anak SMK tertarik ikut webinar pertanian, semoga akan menjadi pebisnis pertanian di Indonesia kedepan, lanjutnya.
Bisnis budidaya hidroponik memang tepat khususnya untuk di perkotaan, ini bagian dari intensifikasi pertanian, lahan sempit dapat dikelola menjadi kebun yang lebih optimal dan produksi yang berkualitas. Jika akan lebih menguntungkan lagi, produk hidroponik harus dibuat lagi nilai tambah, kata Guntur sebelum mengakhiri sambutannya.
Satya sebelum mengakhiri sharing cerita suksesnya berpesan kepada peserta webinar, kata-kata Bung Karno perlu kita camkan agar jiwa petani terus membara. Mari kita menjadi petani agar kita bisa mandiri pangan. Jika peserta akan berkunjung dikebunnya juga dipersilakan, kami ada di Banyuraden, Gamping, Sleman, DI Yogyakata, pungkasnya. (Slamet Riyanto)